Sudah
bertahun-tahun berlalu semenjak kepergianmu, entah ada bekas apa sampai saat
ini aku masih belum bisa merelakan sepenuhnya penghapusan jejakmu di hatiku. Entah
kenapa tak ada orang yang bisa menggantikan tempatmu disini (baca; hati). Mereka
datang terus menerus, berganti-ganti setiap harinya meminta masuk ke hatiku,
namun aku masih belum rela. Tak ada yang dapat menggantikan posisimu, tak akan ada
yang pernah bisa.
Bagiku
dunia seperti berhenti berputar ketika kamu pergi, melupakan semua
mozaik-mozaik kenangan yang dulu pernah kita susun bersama, semua mimpi-mimpi
kita yang kini seketika hancur begitu saja dengan keegoisanku sendiri. Aku tau,
aku memang gadis bodoh.
Kini,
seberapa kecilnya makna dari kata maaf sudah tak ada artinya lagi dimatamu, semuanya
sudah begitu terlambat menurutmu. Kamu dengan kesabaranmu yang kini sudah
meledak menjadi amarah, dengan teganya meninggalkan semua kenangan kita menjadi
kelabu. Seperti tak berbekas makna lagi dimatamu.
Aku
masih terlalu kaku sampai detik ini, aku ingin menghancurkan tembok keheningan
diantara kita berdua, namun aku terlalu takut, takut sampai keheningan inilah
yang perlahan terus membunuhku.
Hey, ini ruang
kosong dihatiku, ku mohon masuk dan duduklah lagi sebentar, meski hanya mampir
tanpa kita saling sapa…